Jumat, 30 April 2010

ITIK MA (RAJA & RATU)


Puluhan tahun lamanya popularitas itik alabio sebagai petelur unggul tak tergoyahkan. Maklum, itik yang satu ini rata-rata produksi telurnya 230 butir/tahun (62,8%). Namun, Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor, Jawa Barat, berhasil mengembangkan itik MA-2000 yang produktivitasnya lebih tinggi. Rata-rata produksi telur dalam setahun 261 butir/ekor (71,5%).

Produktivitas itu memang masih lebih rendah dibanding CV-2000 INA yang sempat populer di akhir 90-an.

CV-2000 menghasilkan 275 butir/ekor/tahun. Namun, itik MA-2000 memiliki kelebihan: kerabang telur hijau kebiruan; CV-2000 berwarna putih. Konsumen dalam negeri menyukai telur berkerabang hijau.

Berkat keistimewaan itu, para peternak menjuluki betina MA-2000 sebagai itik ratu. Sang ratu lahir dari persilangan alabio dan itik mojosari terpilih. ‘Parent stocknya berasal dari itik mojosari dan alabio yang telah diseleksi selama 5 generasi sejak 2000,’ ujar Dr L Hardi Prasetyo, peneliti itik ratu dari Balitnak.

Maklum meski itik alabio adalah penghasil telur yang andal, tingkat keragaman produksinya cukup tinggi. Dalam 1 populasi ada kemungkinan 22-53% di antaranya berproduksi rendah. Oleh sebab itu, seleksi dilakukan agar itik yang dijadikan indukan memiliki gen penghasil telur dengan produktivitas tinggi.

Dengan sifat-sifat unggul yang diturunkan induknya, wajar jika itik ratu bisa menghasilkan lebih banyak telur. Produktivitasnya pun cukup seragam. Pada puncak produksi, di minggu ke-16, itik yang bertelur mencapai 93,7%. Selain itu, itik ratu mulai bertelur umur 4,5-5 bulan, lebih cepat 2 minggu dibanding alabio dan 3 minggu dibanding mojosari. Semua keunggulan itu terjadi jika itik yang disilangkan adalah jantan mojosari dan betina alabio. Kombinasi sebaliknya, produktivitasnya lebih rendah.

Intensif

Kehadiran itik ratu sebagai petelur unggul sangat dinantikan peternak komersial. Dengan produktivitas tinggi, biaya pakan yang dikeluarkan peternak tertutupi. Terbukti budidaya itik ratu mulai menghasilkan keuntungan setelah berproduksi selama 10 bulan. Padahal, masa produksinya hingga 2 tahun.

Meski secara genetik unggul, peternak harus melakukan pemeliharaan itik ratu dengan baik. Di antaranya, meminimalisir faktor pemicu stres. Itik yang dikandangkan rawan stres jika ada gangguan. Oleh sebab itu, kandang itik sebaiknya dibuat di tempat yang relatif tenang, jauh dari kebisingan. Ini penting karena produktivitas itik yang stres bisa turun antara 10-20 %.

Kondisi akan semakin parah jika itik sudah ‘mapan’ berproduksi. Pada umur produksi 6 bulan ke atas, Produktivitas itik baru bisa pulih 2 bulan kemudian. Namun, jika itik baru belajar bertelur, masa pemulihan bisa lebih cepat, hanya 2-3 hari. Itik yang stres ditandai dengan rontoknya bulu dada dan sayap. Jika bulu sayap rontok semua, itik akan berhenti berproduksi.

Pakan

Selain kondisi tempat, pakan yang berubah-ubah juga bisa memicu stres. Konsentrat buatan pabrik dicampur dedak dan jagung bisa mencukupi kebutuhan energi, protein kasar, dan serat kasar bagi itik.

Namun, jagung yang diberikan ke itik tidak boleh disimpan terlalu lama. ‘Sebab, jamur Aspergillus flavus yang tak kasat mata bisa tumbuh, dan meracuni itik dengan aflatoksinnya,’ ujar Hardi. Tambahkan pakan berupa hijauan seperti kiambang atau azolla yang kaya vitamin dan dapat memekatkan warna kuning telur.

Agar pakan irit, itik sebaiknya tidak dibiarkan membuang terlalu banyak energi. Pembuatan kolam yang luas di kandang merangsang itik untuk bermain dan berenang-renang. Akibatnya, energi dari pakan yang seharusnya disimpan untuk bertelur, justru terbuang percuma. Kolam kecil tetap dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan air minum itik dan membasahi bulu-bulunya saat udara panas.

Bibit

Sayang ketersediaan bibit itik ratu masih terbatas. Ini karena MA-2000 adalah itik hibrida, sehingga telur yang dihasilkan tidak untuk dibibitkan lagi. Pembibitan harus dilakukan dengan menyilangkan parent stock.

Penyedia terbanyak bibit itik ratu di Kalimantan Selatan. Di sana, itik yang rata-rata bobot telurnya 69,7 gram itu dikembangkan oleh Balai Pembibitan Ternak Unggul Kambing, Domba, dan Itik (BPTU KDI) Pelaihari. Saat ini, BPTU Pelaihari telah memiliki 3.500 induk.

‘Kapasitas produksinya baru sekitar 10.000 DOD (day old duck, red) per bulan dengan harga jual Rp6.000/ekor,’ ujar Suyanto, kepala Seksi Jasa Produksi BPTU Pelaihari. Harga DOD parent stocknya Rp15.000/ekor. Selain di Kalimantan Selatan, itik yang memiliki alis mata mirip alabio dan paruh hitam mirip mojosari itu baru dibibitkan peternak di Kediri dan Blitar.

Sumber: Trubus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar